Bab 18: Maraton Hasrat di Tengah Kehangatan

Sabtu Malam, 9 Maret 1990

Malam itu, setelah sesi interogasi brutal Brama di kamar mandi YORASAKI, Marina pulang ke rumah dengan tubuh yang terasa remuk, namun jiwanya kembali ‘dibersihkan’ dan terisi penuh. Tubuhnya membawa bekas dominasi Brama, tapi pikirannya dipenuhi rahasia tentang kenikmatan tulus yang diberikan Mando.

Selepas makan malam yang dihiasi celoteh Dino tentang cita-citanya menjadi pengusaha gedung Bioskop dan memiliki Stasiun Radio Nostalgia FM di sampingnya, Dino dengan mata mengantuk pamit. “Mam Dino ngantuk Mam,” katanya, berlari kecil ke kamar.

Marina membereskan piring-piring kotor di meja makan, sementara Armando duduk di ruang tamu. Siaran berita di TV RCTI menemani keheningan malam. Mata Armando tertuju pada map besar yang ia buka di pangkuannya. Terlihat beberapa lembar berkas perusahaan yang penting. Wajah Armando terlihat sangat gembira, seolah ia baru saja menutup kesepakatan besar.

Marina mendekat ke ruang tamu, menghampiri tempat duduk Armando. Sebelum ia sempat bertanya, Armando dengan sigap memasukkan semua berkas dokumen perusahaan ke dalam map besar itu dan menaruhnya di meja. Fokusnya kini beralih sepenuhnya pada istrinya.

“Capek, Rin?” tanya Armando lembut, meraih tangan Marina.

Marina tidak menjawab dengan kata-kata. Dengan manja, ia membaringkan kepalanya di atas paha Armando, mencari kehangatan dan ketenangan yang tidak ia dapatkan dari Brama. Kehangatan ini otentik.

Armando tersenyum, lalu sebelah tangannya perlahan namun pasti mulai mengusap-usap payudara jumbo Marina yang terlapisi baju kaos longgar. Pijatan itu sangat santai, tidak menuntut, hanya memanjakan.

Inner Monologue (Marina): Mando tidak pernah sebrutal Brama. Sentuhannya selalu lembut, penuh cinta. Ironis, payudaraku terasa padat dan kencang berkat minyak herbal Brama, tapi tangan Mando yang menikmati dan merawatnya.

Tangan Mando yang tadi mengelus payudaranya kini bersandar di senderan sofa. Marina dengan cepat meraih tangan itu. Ia memasukkan tangan Armando ke dalam baju kaos longgar itu, meletakkan jari-jari tangan Armando tepat ke payudaranya.

Marina melihat ke wajah Armando, tersenyum puas. Armando menangkap isyarat itu. Jari-jari tangan Armando dengan lembut memberi pijatan-pijatan lembut ke payudaranya, meremas perlahan, mencari puting Marina yang agak panjang, lalu memutar ujungnya dengan hati-hati. Ini adalah foreplay yang lambat, penuh kasih sayang, berlawanan total dengan sesi ngentot agresif yang baru saja ia alami.

Hampir 45 menit mereka dalam posisi itu, menonton acara RCTI yang menampilkan film aksi Hollywood. Jari-jari Mando terus bekerja, lembut namun efektif, membuat puting Marina menegang dan memeknya mulai basah karena gairah yang dibangun perlahan.

“Mam, kita ke kamar. Lanjut bikin dedek bayi, yuk,” bisik Armando, nafasnya hangat di telinga Marina.

“Yuk,” jawab Rina.

Armando berdiri, dan dengan cepat ia menggendong tubuh Marina, mematikan TV dengan memencet remot kontrol. Marina melingkarkan kakinya di pinggang Mando, menikmati sentuhan kulit Mando yang memeluknya.

Di kamar, Mando meletakkan Marina di atas kasur. Kali ini, ia tidak perlu instruksi atau posisi aneh. Mando merobek pakaian Marina dan pakaiannya sendiri, menjatuhkannya ke lantai. Kontol Mando sudah tebal dan keras, siap untuk aksi maraton.

Inner Monologue (Marina): Dia sangat bersemangat! Kontol Mando terlihat lebih besar dari biasanya. Apakah itu efek dari membaca buku ngentot atau hanya tekad untuk punya anak? Aku nggak peduli. Malam ini, kontol dia yang akan memuaskan aku.

Mando memulai dengan ciuman yang sangat dalam, lalu ia beralih ke seluruh tubuh Marina. Ia menjilati area perut datar Marina, lalu mengulum pusarnya.

“Aku mau kamu serasa di surga, Rin. Setelah ini, aku yakin sperma kita berhasil jadi janin,” bisik Mando.

Mando merangkak ke bawah, menenggelamkan wajahnya di antara selangkangan Marina. Marina menjerit kaget, Mando jarang melakukan cunnilingus dengan intensitas seperti ini. Mando menjilati klitoris Marina dengan lidah yang terampil, menghisapnya, lalu menyelipkan lidahnya ke dalam memek Marina.

“Mando! Kamu gila! Memekku gatal! Aku nggak tahan!” rintih Marina, kakinya mulai mencengkeram bahu Mando.

Setelah beberapa menit foreplay oral yang membangkitkan gairah, Mando kembali naik. Ia segera memosisikan dirinya.

Mando memilih posisi side-by-side (ngentot sambil berbaring miring), posisi yang memungkinkan durasi permainan yang sangat lama dan penetrasi yang intim.

Mando menusukkan kontolnya perlahan. Karena posisi ini memungkinkan gesekan dari pangkal hingga ujung, penetrasi Mando terasa penuh dan dalam, meskipun tidak sebrutal Brama.

“Kontol kamu besar banget, Mando. Aku suka full gini,” puji Marina, matanya terpejam.

Mando mulai menggenjot dengan ritme yang lambat dan stabil, seperti ombak laut yang tak pernah berhenti. Ia berfokus pada durasi. Malam ini adalah tentang maraton, bukan sprint.

Inner Monologue (Marina): Dia tidak mau berhenti! Ini sudah sepuluh menit. Kontol Brama pasti sudah muncrat kalau iramanya secepat ini. Mando tahu cara bermain durasi. Aku merasa memekku diurut dari dalam.

Mando mengubah irama menjadi lebih cepat. Ia menahan pinggul Marina dengan satu tangan dan memijat payudara Marina dengan tangan lainnya. Kombinasi rangsangan ini membuat Marina semakin ngos-ngosan. Nafasnya mulai terengah-engah.

Hot Talk (Armando): “Ayo, Sayang. Ngentot aku. Aku akan kasih sperma terbaik untuk anak kita. Aku cinta kamu, Rin. Jangan pernah ragu sama kontol Papa kamu.”

Hot Talk (Marina, gairah yang campur aduk): “Aku nggak ragu, Mando! Kamu kuat! Jangan berhenti! Kontol kamu buat memekku panas! Aku butuh spermamu!”

Setelah hampir dua puluh menit genjotan yang tidak terputus, Marina merasakan gelombang pertama datang. Durasi yang sangat panjang membuat tubuhnya tegang luar biasa.

ORGASME PERTAMA & SQUIRT PERTAMA (MARINA): “Ahhh! Mando! Aku pecah! SQUIRTTTT! Aku nggak tahan! Kamu maraton banget!” Marina menjerit, suaranya parau karena kelelahan, tangannya mencengkeram rambut Mando.

Mando tersenyum bangga, nafasnya pun mulai ngos-ngosan, namun ia tidak berhenti. Ia hanya mengubah sudut, memiringkan tubuhnya sedikit, membuat kontolnya menggesek klitoris Marina dengan sudut baru.

“Satu lagi, Sayang. Aku mau kamu benar-benar lemas. Aku mau kamu ingat malam ini,” kata Mando, ia terus menggenjot.

Inner Monologue (Marina): Aku capek! Tapi kontol dia nggak mau menyerah! Dia benar-benar gila ngentot malam ini! Brama tidak pernah selama ini. Kontol Mando yang tebal dan ketahanan gila ini adalah rahasia terbesar yang harus aku sembunyikan dari Brama.

Marina merasa gairahnya kembali, dipicu oleh ketahanan Mando yang luar biasa. Ia mulai menggenjot balik, berpartisipasi dalam maraton ini.

Setelah sekitar sepuluh menit genjotan yang intens, Marina mencapai batasnya, ia merasa seluruh tubuhnya akan meledak.

ORGASME KEDUA & SQUIRT KEDUA (MARINA & ARMANDO): “Mandooo! AKU PEC—AHH! AKU MUNCRAT LAGI! KONTOL KAMU MENYIKSA AKU DENGAN NIKMAT!” Marina meraung, memeluk Mando dengan erat.

Mando merasakan kontraksi hebat itu. Itu adalah sinyalnya. Ia menggenjot tiga kali terakhir, dengan kekuatan yang tersisa, melepaskan seluruh air maninya.

“Aku muncrat! Ambil sperma ini, Sayang! Kontol Papa berhasil! Aku cinta kamu!” Mando meraung, ambruk ke atas Marina, nafasnya benar-benar ngos-ngosan, lelah namun puas.

Aksi bikin Dedek bayi buat Dino berlangsung sangat lama dan membuat nafas Rina Ngos-ngosan, kini ia hanya bisa terbaring lemas, terpuaskan sepenuhnya oleh daya tahan dan ketulusan suaminya. Mando tidak mencabut kontolnya, membiarkan spermanya menetap, sambil memeluk Marina erat.

Marina tersenyum dalam kegelapan, rasa lelahnya diselimuti rasa damai dan kepuasan. Ia menyadari, meski Brama memberinya kekuatan dan adrenalin, Mando memberinya kepuasan yang menenangkan dan cinta yang tulus. Pertarungan sperma ini semakin rumit, dan Marina, sebagai medan perangnya, semakin tenggelam dalam selingkuh tiada akhir yang penuh kenikmatan ganda.@Barasaki

Artificial Intelligence

Subcategories: